Sejarah mencatat Perang Kuning antara laskar Tionghoa dan Jawa melawan Belanda di Lasem. Traveler bisa mengenang kisahnya dari monumen perjuangannya di Taman Budaya Tionghoa, TMII.
Salah satu peritiwa yang terkenal adalah perang yang terjadi di Lasem, Jawa Tengah pada tahun 1740 – 1743. Untuk mengenang kisah perjuangan Laskar Tionghoa dan Jawa yang menjadi bagian sejarah heroik Nusantara ini, dibangunlah Monumen Perjuangan Laskar Tionghoa dan Jawa Melawan VOC. Monumen ini bisa kita jumpai di Taman Budaya Tionghoa yang berada dalam kawasan Taman Mini Indonesia Indah.
Monumen yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo pada 14 November 2015 ini didirikan oleh Paguyuban Warga Lasem sebagai bentuk penghargaan kepada para pahlawan pejuang bangsa yang telah memberikan pengorbanan dan dharma baktinya untuk tercapainya kemerdekaan bangsa.
Monumen ini menggambarkan kisah perjuangan laskar Tionghoa dan Jawa yang bersatu melawan VOC Belanda pada tahun 1740 – 1743. Latar belakang yang menyebabkan peristiwa ini adalah peristiwa pembantaian secara semena – mena terhadap sekitar 10 ribu orang Tionghoa di Batavia pada Oktober 1740, yang merupakan perintah dari Gubernur Jenderal VOC Adrian Valckenier.
Mereka dianiaya dengan dalih telah melanggar peraturan keimigrasian dan perpajakan. Sedang tujuan yang sesungguhnya untuk memeras dan merampas harta benda orang – orang Tionghoa.
Hal ini kemudian menyebabkan berangsur – angsur orang Tionghoa mengungsi ke kota – kota di pesisir Jawa yang aman, di antaranya adalah Lasem. Rombongan Tionghoa yang mengungsi lewat Lasem inilah yang lalu bergabung dengan pribumi Jawa, menghimpun kekuatan melawan tentara VOC hingga timbul perang yang dikenal dengan sebutan Perang Kuning.
Perang Kuning dipimpin oleh tiga tokoh yaitu Oei Ing Kiat atau Raden Tumenggung Widyaningrat (Bupate Lasem), Raden Panji Margono, dan Kia Baidlawai. Mereka merepresentasikan kelompok Tionghoa, pribumi Jawa dan santri.
Selain itu masih banyak lagi tokoh lainnya yang turut serta berjuang, di antaranya Tan Si Ko alias Singseh, Tan Kee Wii dan Souw Phan Ciang alias Khe Panjang. Persekutuan Laskar Tionghoa dan Jawa ini kemudian menyerang pertahanan VOC di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Perang yang mempunyai cakupan daerah terluas dengan korban besar yang dihadapi VOC ini berakhir pada tahun 1743. Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning tertangkap di Surabaya dan dibuang ke Sri Lanka. Menyusul Patih Notokusumo yang telah tertangkap sebelumnya.
Tan Sin Ko dan Tan Kee We gugur dibunuh serdadu VOC. Pangeran Mangkubumi alias Hamengkubuwono I dan Raden Mas Said atau Mangkunegoro I tetap melakukan perjuangan di daerah Jawa Tengah. Kelak keduanya oleh pemerintah RI diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Peristiwa Perang Kuning telah menjadi bukti bahwa perjuangan bangsa ini dulunya tidak membedakan asal suku dan agama. Saat itu telah terjadi satu rasa senasib sepenanggungan etnis Tionghoa dan Suku Jawa sehingga mereka bangkit dan besatu padu untuk melawan penindasan penjajah VOC.
Bagi kita yang hidup di era kemerdekaan ini, sudah seharusnya terus berjuang mempertahankan kemerdekaan dan jangan sampai tercerai berai karena keberagaman. Kita harus tetap bersatu seperti yang dicontohkan oleh para pejuang kemerdekaan bangsa ini.
sumber: detik.com
0 komentar:
Posting Komentar