Semenanjung Korea belum pernah merasakan damai nyaris seabad terakhir. Korea Utara dan Korea Selatan, walau warganya saling bersaudara dan berasal dari etnis yang sama, terpisah akibat perang saudara pada 1950-1953. Semua bermula ketika agresor Jepang angkat kaki dari Semenanjung Korea usai Perang Dunia II. Amerika Serikat dan Uni Soviet kemudian berebut pengaruh.
Warga sisi utara mendirikan negara sosialis di bawah komando Kim Il-sung, kakek dari Kim Jong-un yang kini berkuasa sebagai pemimpin absolut Korut. Sedangkan warga belahan selatan membentuk republik demokratis, dipimpin I Seungman. Sejak Perang Korea, dua bangsa satu nenek moyang ini saling membenci satu sama lain.
Perlahan-lahan, Korsel mengubah negaranya menjadi raksasa ekonomi dunia. Sementara Korut terpukul oleh pasokan subsidi terhenti akibat bubarnya Uni Soviet pada 1991, mengubah haluan dari awalnya sosialis menjadi sepenuhnya fasis dan otoriter. Korut menjadi negara paling tertutup di dunia. Cukup ironis mengingat nama resmi Korut sebetulnya adalah Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK). Sedangkan akses informasi dibatasi bagi warganya sendiri maupun buat orang asing.
Supaya tetap mempunyai pengaruh di kawasan Asia Timur, serta menjadi alat barter untuk memperoleh bantuan pangan maupun uang dari sekutunya seperti China dan Rusia, Rezim Pyongyang mengembangkan senjata nuklir.
Pada akhir 1980-an, negara Barat terkejut ketika Korut mengembangkan senjata nuklir di Reaktor Yongbyeon, tanpa memberitahu PBB. Dengan segala tekanan internasional ketika nyaris 80 persen rakyatnya kelaparan pada kurun 1991-1994, Pyongyang berkeras mengucurkan dana riset untuk pembangunan bom atom. Senjata nuklir lebih penting dari kesejahteraan rakyatnya.
Saat pemerintah Korut sibuk mengurusi senjata pemusnah massal, PBB lewat Program Pangan Dunia, meminta bantuan sebesar USD 150 juta dari negara-negara donor untuk mengirim bantuan kemanusiaan bagi Korea Utara.
Tahun lalu, Korut kembali mengalami gagal panen parah. Kelaparan sudah menanti jutaan rakyatnya mulai awal 2016.
Kombinasi ketertutupan pada pengaruh luar, kemelaratan, serta ambisi nuklir yang tak jelas juntrungannya, rezim Korut kerap membuat kebijakan aneh yang harus dipatuhi warganya. Posisi diktator yang kini diwariskan pada Kim Jong-un, sama sekali tak mengubah keadaan. Korut terus menelurkan perintah-perintah yang menggelikan bagi sudut pandang orang luar.
0 komentar:
Posting Komentar